Jumat, 05 Juni 2009

Kepemimpinan

Konon, suatu hari Sun-tzu, jenderal perang Tiongkok yang kesohor itu, ditantang oleh Kaisar untuk mengajari dayang-dayangnya agar bisa berbaris dengan baik. Menurut Kaisar, boleh saja Sun-tzu jago di medan perang, tapi belum tentu ilmunya mempan di istana.
Sun-tzu cuma tersenyum. Tapi, sebelum menerima tantangan itu, ia minta Kaisar menganugerahkan "leadership yang mutlak dan absolut" agar ia bisa mengemban tugas dengan baik. Dan, Kaisar dengan senang hati memberikannya.
Usai menerima kuasa Kaisar, Sun-tzu mulai bekerja. Semua dayang dikumpulkan. Brifing dan pengarahan diberikan. Tapi hampir semua dayang tertawa manja cekikikan. Menurut mereka, kok aneh, dayang Kaisar diajari baris-berbaris.
Usai pengarahan, Sun-tzu mulai memberikan aba-aba untuk berbaris. Hasilnya tentu saja kacau-balau. Ada yang diam di tempat. Juga ada yang baris ke kanan, padahal aba-aba ditujukan baris ke kiri. Pokoknya, kacau abis.
Sun-tzu dengan sabar mengulangi pengarahan dan brifing. Namun kali ini dengan peringatan. Kalau mereka tetap membandel dan tidak mau menjalankan perintah, akan kena hukuman. Hasilnya ternyata sama. Dayang-dayang raja hanya tertawa bercanda sambil cekikikan.
Sun-tzu pun berang. Kini saatnya ia menjalankan "leadership mutlak dan absolut". Sun-tzu memerintahkan agar dayang yang paling disayangi Kaisar dipenggal kepalanya. Tentu saja Kaisar protes keras. Tapi Sun-tzu memperlihatkan dekrit Kaisar yang memberinya "leadership mutlak dan absolut". Kaisar terpaksa konsekuen dan membiarkan Sun-tzu memenggal dayang kesayangannya.
Usai upacara pemenggalan kepala dayang kesayangan Kaisar, latihan kembali dimulai. Ajaib, para dayang tidak ada lagi yang tertawa. Mereka tidak lagi bercanda. Tawa cekikikan musnah sudah. Kegiatan baris-berbaris pun sukses. Barulah kemudian Sun-tzu mengembalikan dekrit kepada Kaisar.
Terkadang ada perasaan canggung untuk mempraktikan kepemimpinan yang mutlak dan absolut. Banyak yang gamang karena tidak mendapatkan contoh yang jelas dari Rasulullah SAW. Mari kita simak hadist berikut yang diriwayatkan di dalam Shohih Bukhori maupun Shohih Muslim. Kedua hadist tersebut diriwayatkan dari orang yang sama yaitu Ali r.a., walaupun ada sedikit perbedaan redaksi. Inti kedua hadist tersebut sama. Kita bisa mendapatkannya di K. Imaroh halaman 4 - 7, dan mungkin kebanyakan kita sudah pernah mendengarnya bahkan mengkajinya.
Dari Abi Abdur Rahman dari Ali r.a. sesungguhnya Rasulullah SAW mengutus pasukan – jaisy - dan menjadikan amir atas mereka seorang rojul, maka dia menyalakan api dan berkata, “Masuklah kalian pada api”. Maka manusia berkehendak untuk masuk pada api, tetapi yang lain berkata, “Sesungguhnya kita lari dari api (neraka).” Maka dituturkan hal itu kepada Rasulullah SAW, maka bersabda beliau kepada orang yang mau masuk api,”Seandainya kalian masuk ke dalam api, maka tidak henti-henti kalian didalamnya sampai hari qiyamat.” Dan bersabda beliau kepada yang tidak mau masuk api dengan ucapan yang baik lalu Rasul bertitah, “Tidak ada taat di dalam menentang Allah, sesungguhnya taat itu di dalam kebaikan.” (Rowahu Muslim)
Berbeda dengan yang diriwayatkan oleh Muslim, di dalam Shohih Bukhori hadistnya lebih komplit dan lebih lengkap. Dari Abi Abdur Rohman dari Ali r.a. berkata Ali, Nabi SAW mengutus pasukan – sariyah - dan Nabi membuat amir seorang rojul dari Anshor, dan Nabi memerintahkan mereka untuk taat kepadanya. Maka kemudian Rojul tersebut marah-marah kepada mereka dan berkata, “Tidakkah sungguh memerintah Nabi SAW agar taat kalian kepadaku” Mereka menjawab,”Ya.” Berkata Rojul, “Memerintahkan aku atas kalian untuk mengumpulkan kayu bakar dan menyalakan kalian pada api, kemudian masuklah kalian pada api tersebut.” Pasukan kemudian mengumpulkan pada kayu bakar, dan menyalakan mereka pada kayu bakar sehingga menjadi api, maka ketika berniat mereka untuk masuk, maka berdirilah sebagian mereka dengan sebagian dengan saling berpandangan. Berkata sebagian mereka, “Sesungguhnya kita ikut Nabi SAW itu untuk lari dari api, kenapa kita akan memasukkan diri ke dalam api?” maka ketika mereka tengah memperdebatkan hal itu, matilah nyala api dan hilang marahnya rojul. Kemudian dilaporkan kejadian itu kepada Nabi SAW, maka beliau bersabda, “Seandainya masuk kalian pada api, tidak akan keluar kalian darinya selamanya, sesungguhnya taat itu di dalam kebaikan.” (rowahu Bukhory).
Dimana letak mutlak dan absolutnya? Umumnya kita menyikapi hadist ini dari sisi rukyah saja, yaitu kewajiban seorang rukyah kepada pemimpinnya supaya taat selama masih dalam koridor kebaikan - tidak maksiyat. Dan memang demikianlah halnya. Jarang kita berpikir terbalik atau memandang dari sisi yang berbeda, yaitu dari sang pemimpin. Ternyata apa yang dilakukan oleh rojul tersebut tidak dikomentari oleh Rasul.
Sepanjang penelusuran saya – sampai saat ini – saya belum menemukan nasehat yang diberikan kepada rojul, selaku pemimpin, dengan adanya kejadian tersebut. Yang diceritakan adalah nasehat kepada para anggota pasukan, agar mereka bisa memilah dan memilih dalam hal ketaatan. Tidak kepada pemimpin pasukan. Hal ini dikarenakan, mandat yang diberikan Nabi kepada rojul itu mutlak dan absolut. Dengan kata lain, ketika tongkat kepemimpinan diberikan dari Nabi ke rojul tersebut berarti dengan segala atributnya diserahkan kepadanya. Apapun yang dilakukan boleh dan sah-sah saja, selama mandat itu ada padanya. Hanya seiring dengan pemberian mandat yang mutlak dan absolut tersebut dibarengi dengan perkeling atau mandat kepada anggota pasukan agar taat di dalam hal yang baik. Sekarang, kita menyebut dan mengumandangkannya sebagai : adil dan taat.
Kisah dan hadist di atas memberikan ilustrasi bahwa "leadership" harus selalu mutlak dan absolut. Tidak pernah bisa dibagi dan didistribusikan. Sebaliknya, mengambil keputusan boleh saja dilakukan secara mufakat dan musyawarah. Mengambil keputusan secara kolektif boleh-boleh saja. Tetapi kepemimpinan atau leadership harus selalu satu, mutlak dan absolut. Ini harga mati yang tidak bisa ditawar.
Jadi jelas sudah sekarang, bahwa ketika seseorang menerima amanat berarti dia diberi kewenangan yang bersifat mutlak dan absolut berkenaan dengan amanat tersebut. Dan hal itu akan berakhir ketika amanat tersebut dikembalikan atau habis masa waktunya. Padahal, kullukum roin........, sehingga kita perlu tahu dengan pasti kapan memberlakukan kewenangan mutlak dan absolut tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar