Selasa, 21 Juli 2009

Esai kehidupan 12

Mencermati riuh – rendahnya kehidupan ini, terbentang sejarah panjang peran kesabaran. Bukanlah dikatakan sebuah kehidupan tanpa kesabaran di dalamnya. Hidup adalah kesabaran; meniti waktu, melintasi hari, menyeberangi bulan, melewati tahun, menikmati suka, megarungi duka dan menunggu rangkaian kejadian – kejadian lain sampai datangnya waktu: mati. Kesabaran adalah kunci hidup dalam menghadapi hukum Allah di muka bumi ini dan nanti. Berbahagialah orang yang sabar. Beruntunglah orang yang mempunyai jiwa kesabaran.

Dari Abi Sa’id, sesungguhnya segolongan manusia dari kaum Anshor meminta kepada Nabi SAW, maka Nabi pun memberi kepada mereka. Kemudian mereka kembali meminta kepada Nabi, maka Nabi pun memberikannya (untuk yang kedua kali). Kemudian Nabi SAW bersabda, “Apa – apa kebaikan yang ada di sisiku, maka tidak akan aku sembunyikan dari kalian. Dan barangsiapa yang merasa kaya, maka Allah akan memberikan kaya kepadanya. Dan barangsiapa yang minta penjagaan, maka Allah akan memberi penjagaan padanya. Dan barangsiapa yang minta kesabaran, maka Allah akan memberikan kesabaran padanya. Dan tidaklah seseorang diberi sesuatu yang lebih baik dan lebih luas (lapang/serba guna) dibandingkan diberi kesabaran.” (Rowahu Tirmidzi abwaabu albirr 180/K. Adab hal. 16).

Mari kita perhatikan hadits di atas. Mari kita dalami dan teliti untuk menyibak arti kesabaran darinya. Hadits ini dimulai dengan cerita tentang sikap meminta – minta orang – orang Anshor kepada Nabi SAW. Kemudian dengan sikap dermawannya Nabi, permintaan itu selalu dipenuhi. Nabi tidak pernah menyembunyikan apa yang dia miliki. Tidak pernah ditolak. Selagi dia punya, selagi dia ada, pasti permintaan itu dipenuhi. Baru pada permintaan yang kedua Nabi SAW memberikan perkeling, sebab pada dasarnya sikap meminta – minta, apalagi yang keterusan, akan berakibat buruk. Terutama bagi sisi spiritual. Meminta – minta menghasilkan mental yang loyo. Mentalitas jalan pintas. Mau cepet dan enaknya saja. Oleh karena itu, Nabi mulai menyelipkan pituah hilangkanlah meminta – minta dengan memulai menumbuhkan sikap merasa kaya, niscaya Allah akan memberikan kaya. Namun, dengan kaya saja belum menjamin akan hilangnya sikap meminta – minta. Bahkan bisa semakin grangsang, minta terus dan terus. Maka selanjutnya Nabi mengingatkan untuk meminta sifat terjaga. Bagi yang sudah kaya agar terjaga dirinya dari sifat pelit. Terjaga dari sifat rakus dan akhirnya bisa berpuas diri, menikmati dan membelanjakan harta sesuai dengan aturannya. Bagi yang belum kaya, bisa terjaga dari meminta – minta, prawiro, sebab hatinya sudah kaya. Nah, yang lebih penting lagi adalah meminta kesabaran, untuk menghadapi segala kemungkinan yang terjadi. Kesabaran diperlukan untuk mendampingi tumbuhnya sikap terjaga. Kesabaran diperlukan untuk mengiringi kepemilikan harta benda.

Jika orang tersebut diberi kekayaan, dengan kesabarannya orang itu akan tetap beribadah. Orang itu akan tetap ingat, bagaimana membelanjakan harta dan bagaimana tidak diperbudak oleh harta. Akan tetapi tetap menjadi tuannya, untuk mengatur harta sebagaimana hukumnya. Tidak lupa infaq, dermawan dan tidak pelit serta tahu diri dan tahu waktu. Kesabaran menuntun orang tersebut mengendalikan harta benda. Kesabaran akan mengarahkan orang tersebut semeleh – down to earth, mensyukuri segala nikmat yang telah diberikan Allah kepadanya. Jika orang tersebut tidak dikodar kaya, kesabaran akan mengiringi sifat ta’afufnya. Kesabaran mendampingi sifat keterjagaan sehingga menumbuhkan hati yang benar – benar kaya – nyegoro, kaya diri dan kaya hati. Tidak meminta – minta dan banyak tawakal dan ridho dengan hukum Allah. Kesabaran juga menuntunnya untuk tetap bersyukur kepada Allah sepanjang masa. Dengan fungsi kesabaran seperti itulah, maka Nabi mengunci pituahnya bahwa tak ada yang lebih baik dan lebih luas, serba – guna kegunaannya dibandingkan dengan kesabaran. Lebih baik, karena kesabaran akan membentuk pribadi – pribadi pilihan baik miskin maupun kaya. Lebih luas karena kesabaran diperlukan di setiap lini untuk mengawal kehidupan ini menjadi yang diingini.

Menilik pada atsar di atas, kesabaran pegang peranan yang krusial dalam kehidupan ini. Kesabaran adalah fundamental hidup. Kesabaran tidak hanya harus dimiliki orang yang sedang susah. Kesabaran juga tidak hanya harus dimiliki orang yang miskin. Kesabaran pun harus dimiliki oleh mereka yang sedang kaya dan lagi mendapat kesenangan. Kesabaran harus ada di mana - mana untuk menopang semua sisi – sisi kehidupan untuk melaju sesuai kaidah dan sunnatullah. Dan bagi kita yang telah meraihnya, pasti akan melihat dan merasakan betapa indahnya hidup di dunia. Bagi yang telah meraihnya, tentu akan merasakan betapa membahagiakannya kehidupan di alam semesta ini. Sebab kesabaran adalah kuncinya, Allah berfirman, “Dan sesungguhnya Allah menetapi pahalanya orang yang sabar tanpa hitungan”. (QS. Az-Zumar 10).

Oleh :Faizunal Abdillah

Esai Kehidupan 11

Hidup adalah masalah kepercayaan. Hidup akan menjadi indah, kala kepercayaan menjadi simbolnya. Hidup menjadi mudah kala kepercayaan menjadi leadernya. Sebab dengan kepercayaan, satu sama lain bisa berjalan dengan enaknya. Dengan kepercayaan ada jaminan bahwa tiap diri bisa berbuat sesuai aturan mainnya. Oleh karena itu, kita bisa tahu – mengerti dan memahami, kenapa manusia harus beriman pada Yang Maha Kuasa. Iman tak lain adalah wujud tertinggi sebuah kepercayaan.

Konon, ada seorang turis asing meninggal di Indonesia. Turis ini terkenal kebaikannya tatkala masih hidup. Oleh karena itu Tuhan memberikan kesempatan padanya untuk memilih : mau di surga atau di neraka. Tahu bahwa dirinya meninggal di Indonesia, tempat yang indah tapi sudah teramat sering ditipu orang, maka iapun meminta untuk melihat dulu baik surga maupun neraka, agar tidak tertipu lagi. Ketika memasuki surga, ia bertemu dengan pendeta, kiai dan orang-orang baik lainnya yang semuanya duduk manis sambil membaca kitab suci. Di neraka lain lagi, ada banyak sekali hiburan di sana. Ada penyanyi cantik dan seksi lagi bernyanyi. Ada lapangan golf yang teramat indah dengan caddynya yang seksi. Ada tempat wisata yang elok lengkap dengan pemandunya. Singkat cerita, neraka jauh lebih dipenuhi hiburan dan kesenangan dibandingkan surga.

Yakin dengan observasi dan surveynya, maka sang turis tadi pun memutuskan memohon kepada Tuhan untuk tinggal di neraka saja. Namun esok harinya ketika sampai di neraka, dia terkejutnya bukan kepalang. Ternyata di dalamnya berisi orang dibakar, digantung, disiksa dan kegiatan-kegiatan mengerikan lainnya. Maka segera proteslah dia pada penjaga neraka yang ternyata juga asli Indonesia ini. Dengan tenang penjaga neraka ini menjawab, 'Kemaren kan hari terakhir kampanye pemilu". Dengan jengkel turis tadi bergumam, 'Dasar Indonesia, jangankan pemimpinnya, Tuhannya saja tidak bisa dipercaya!'.

Ini hanyalah lelucon, sebagai gambaran kehidupan di sekitar kita. Kehidupan yang penuh dengan tipu - daya. Saling injak, saling sikut yang penting tercapai tujuannya. Yang merasa pinter ngapusi orang – orang bodo. Yang punya kelicikan memanfaatkan orang – orang pinter. Nggak peduli benar, nggak peduli salah yang penting menang dan tersenyum bangga karenanya. Susah mencari orang yang bisa dipercaya. Langka mencari orang yang jujur. Semua selalu ditumpangi dengan seberkas titik rasa curiga. Ada udang dibalik batu, ada maksud dibalik niat. Dan lebih susah lagi mencari figur yang merendah sebagai cerminan percaya diri dan rendah hati, simbol orang yang beruntung dan waspada.

Entah bagaimana dengan pengalaman Anda, alam dengan santunnya memberikan bimbingan yang tak habis – habisnya. Tinggal kesadaran yang membangunkan kita. Hanya masalah waktu. Bukankah kita semua pernah melihat sebuah sungai? Bukankah kita tahu air di sungai mengalir dari hulu ke hilir dan akhirnya bermuara ke laut? Air mengalir dari tempat yag tinggi ke tempat yang rendah? Bukankah air laut jumlahnya jauh lebih banyak dibandingkan dengan air sungai? Dan satu-satunya sebab yang membuatnya demikian, karena laut letaknya lebih rendah dari sungai. Dengan kata lain bisa kita utarakan, karena laut berani merendah.

Demikian pula sekelumit kehidupan saya bertutur sapa. Dengan penuh rasa syukur kepada Allah, saya telah mencapai banyak sekali kemajuan dalam kehidupan ini. Kalau uang dan jabatan ukurannya, saya memang bukan apa – apa. Saya bukan siapa – siapa. Saya bukan orang hebat. Saya bahkan bukan orang yang dikenal. Namun, kalau rasa syukur ukurannya, Allah pasti tahu dalam klasifikasi manusia macam apa saya ini hidup. Dan semua ini saya peroleh, lebih banyak karena keberanian, dan pemahaman untuk merendah. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Sodaqoh itu tidak mengurangi harta – benda sedikit pun, dan pemaafnya seseorang itu menjadi penyebab Allah menambahkan kemulian kepadanya, dan sikap rendah hatinya seseorang karena Allah menjadikan Allah mengangkat derajatnya.” (Rowahu Tirmidzi Abwabu bir washilah – K. Adab hal 13).

Ada yang menyebut kehidupan demikian seperti keset yang selalu diinjak-injak orang. Orang yang menyebut demikian hidupnya akan maju, seperti laut, sebab menikmati penciptaan dan situasi yang melingkupinya. Lengkap dengan pencitraannya. Kepercayaan diri telah tumbuh dan berkembang memenuhi gerak serta langkahnya. Merendah. Dan enjoy dengan kehidupan ini. Semilir ditiup angin dan menampung apa saja, semuanya. Bahkan oleh seorang sahabat diberi komentar : 'Kita bertemu Yang Maha Tinggi, ketika kita rendah hati'. Dan kita pun tahu; inna akromakum ‘indallaahi atqookum.

Jadi, mau apalagi yang dicari dalam hidup ini, ketika hati sudah nyegoro dan dihiasi sikap rendah hati.

Oleh :Faizunal Abdillah

I love You full


Apapun, saya lebih tahu tentang diri saya ketimbang orang lain. Bahkan, mungkin pasangan hidup saya sekalipun. Atau kedua orang tua yang melahirkan saya. Mereka boleh tahu, tapi itu bisa jadi hanya sebagian saja. Tidak comprehenship. Tampak luarnya saja. Lahiriah semata. Sayalah yang lebih faham luar – dalam, bagaimana watak dan karakter saya yang sebenarnya secara menyeluruh. Dimana kekurangan saya dan dimana letak kekuatan diri saya.

Bercermin dari keadaan ini, maka sudah sepatutnya kalau orang yang suka instrospeksi mendapat predikat yang tinggi, baik di mata manusia maupun di sisi Sang Pencipta. Jarang ada orang yang mau berlama – lama memandang ke dalam. Mengupas keborokan – keborokan, membuang duri dengki dan membersihkan aroma iri - benci. Kemudian mau memperbaiki diri, membangun budi pekerti dan menebar wangi kebaikan; amar ma’ruf nahi mungkar ke alam sekitar. Wulang reh. Maka, Rasulullah SAW pun memberikan julukan al-kaisu – orang yang pandai, jika bisa berbuat seperti hal yang demikian.

Terus terang ada rasa rindu yang membuncah untuk bisa memperdalam syukur dalam beribadah ini. Apalagi jika dinasehatkan tentang empat tali keimanan. Ingin segera rasanya menceburkan diri larut dalam lautan ibadah dan berenang dalam alunan gelombang amal sholih. Sebagai wujud syukur, sebagai wujud mempersungguh. Tak henti – hentinya. Tak putus – putus. Untuk sampai pada aras abdan syakuron. Untuk memperoleh gelar ahli dalam ibadah ini. Namun apa dikata, raga ini terasa berat, yang rasanya malah akan tenggelam jika jadi dilemparkan ke samudra amal sholih dan tak akan muncul kembali. Semangat yang tak kunjung padam. Namun hanya sebatas itu. Prakteknya masih nol besar. Maka dalam keadaan seperti itu sering saya katakan, ”Hei awak, kamu pengin masuk surga apa neraka? Kenapa kok males diajak beribadah? Mengapa bot – boten netepi ibadah?”

Ironis. Menyedihkan. Dan di titik ini saya merasakan betapa lemahnya saya. Kepenatan kadang datang membunuh segalanya. Kesibukan kadang malah dicari – cari. Kelonggaran kadang terbuang percuma. Dan kesehatan seperti hal yang biasa, tiada artinya. Alih – alih berlindung dibalik kata pasrah dan mastatho’na, sebenarnya saya punya satu ketakutan. Yaitu kapan saya bisa berucap, ”Ya Allah, i love You full,” seperti kata Mbah Surip dalam setiap kemunculannya. Seiring dengan sabda Rasulullah SAW yang menjelaskan tentang manisnya iman, yaitu ketika seseorang telah bisa mencintai Allah dan Rasul-Nya mengalahkan cinta pada diri sendiri. Dan mungkin kesempatan terakhir yang masih saya punya adalah pengharapan dan doa agar suatu saat Allah berkenan memberi kekuatan kepada saya nanti untuk bisa berucap; ”Ya Allah, I love You full,” walau dengan lirih......, dari hati yang terdalam: Laa ilaaha illallaah Muhammadur rasuulullaah.

Oleh :Faizunal abdillah