Senin, 18 Mei 2009

Kucing

Tersebutlah lelucon dari bumi wong kito galo. Konon, wong kito ini berkunjung ke salah satu saudaranya di Jakarta. Kebetulan si empunya rumah itu hobby pelihara kucing. Bermacam – macam, ada kucing persia, anggora dan yang lokal juga ada. Lengkap dengan harga dan prospeknya.

Tak mau kalah, wong kito galo ini juga bercerita masalah kucing yang ada di kampung halamannya. Katanya, “Oh ya, sekarang saya juga lagi hobby pelihara kucing. Tapi kucing saya itu liar banget. Kapan itu pernah, ketika telat ngasih makan, tiba – tiba dia nangkring di atas TV 29 in yang flat itu, sambil tengak – tengok cari mangsa. Karena membahayakan oleh anak saya diusir. Bukan malah pergi, eh si kucing malah loncat ke kulkas. Padahal kulkasnya tinggi lho, ada kalau 2 meteran. Akhirnya dilempar kemoceng, biar turun. Kali ini kucing berhasil turun, tetapi malah masuk ke garasi mobil. Langsung dia melompat ke atas Volvo baru saya. Sontak, istri saya segera lari mengusirnya. Karena kalap, akhirnya si kucing melompat dan terjun bebas ke kolam renang di samping rumah. Waduh, kalau nggak sabar – sabar, pertama – tama pelihara kucing itu memang sangat repot dan repot”.

Apakah di rumah Anda punya kucing? Nggak penting punya atau tidak, yang jelas dalam kehidupan ini banyak terjadi hal – hal serupa dengan cerita di atas. Jika Anda masih berpikir bahwa cerita di atas adalah murni cerita kucing, berarti Anda salah cerna. Cerita di atas adalah sebuah kisah pamer yang berkedok kucing. Kucing hanyalah tameng. Kucing hanyalah bungkus dan bumbu cerita. Esensinya adalah pamer kekayaan mulai dari TV yang flat, kulkas yang besar, volvo baru dan kolam renang. Dan itulah sebagian wajah kehidupan dunia ini. Masih ada pamer di sana – sini, nggak orang Jawa, Batak, Sunda, ras Arya, orang Afrika, Arab, Jepang, China dan Amerika sekalipun. Sayangnya, kenapa mesti membawa-bawa yang lain. Apa salahnya si kucing?

Pamer adalah kebanggaan yang kebablasan. Rasa bangga itu perlu, sebab ia bagian dari sebuah keyakinan. Bangga adalah bagian dari bentuk lain kesyukuran. Contohnya seperti saya bangga bisa netepi QHJ. Akan tetapi jika kebanggaan itu ditujukan untuk merendahkan orang lain, dan mengharapkan penghormatan untuk diri kita, ini yang keliru. Karena dia bisa menjadi fanatik, atau kalau nggak fanatik, pasti pamer sebagai ujung yang satunya. Apakah ada yang perlu kita pameri dan pamerkan di dunia ini? Bahkan dalam urusan agama, niatan pamer akan diganjar berat oleh Allah yang Maha Kuasa nanti di akhirat. Kalau kita pamer di dunia, nanti gentian kita dipameri Allah di sana.

Jika jawabannya ya, mari tengok kembali firman Allah dalam surat Hujurot ayat 13, Allah berfirman; “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Waspada”.

Jika jawabannya tidak, bersyukurlah. Hal ini menunjukkan kita telah memiliki hikmah hakikinya hidup ini. Tapi awas, jangan terjadi kamuflase seperti cerita di atas. Mungkin secara perkataan, kita bisa menjaganya. Terkadang bahasa tubuh dan gerak kita menunjukkan sebaliknya. Biar orang lain tahu, kalau kita punya jam baru, tanpa disadari kita sering menunjuk-nunjuk dengan mengangkat tangan yang ada jamnya itu. Hindarilah ndobos, seperti cerita di atas. Dan juga lagak seperti cerita jam tangan tadi.

Ngomong – ngomong kenapa tulisan ini diberi judul kucing ya? Itulah salah dan kekeliruan saya yang nggak bisa memberi judul. Tetapi lebih keliru lagi kenapa Anda membaca tulisan ini? Maafkanlah…….,.


Sebelumnya minta maaf, karena menyebut - nyebut wong kito. Ini hanya sekedar cerita.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar